A.
Pengertian Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara
umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak
disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau
mengakibatkan kenaikan) sebagian besar dari harga barang-barang lain.[1]
Kenaikan harga yang berlangsung sekali atau dua kali saja, lalu
reda kembali, bukanlah inflasi namanya. Kenaikan harga insidential seperti ini
selalu di jumpai, misalnya menjelang datangnya bulan suci Ramadhan maupun hari
Raya Idul Fitri. Menjelang saat istimewa seperti itu, permintaan orang akan
barang dan jasa meningkat. Oleh karena supply atau penawaran tidak dapat
menyusul demand atau permintaan, maka terjadilah kenaikan harga. Nanti,
sesudah lebaran, permintaan masyarakat turun lagi ke tingkat normal, dan harga
pun turun pula. Yang begini bukanlah dinamakan inflasi.
Jika kenaikan harga itu terjadi terus-menerus, maka itulah yang
disebut dengan inflasi. Kita sering mendengar pernyataan: “selama setahun ini,
tingkat inflasi adalah sekian persen”. Pernyataan terjadinya inflasi ‘selama
setahun ini’ menunjukkan bahwa kenaikan harga itu berlangsung terus selama
setahun (walau tidak berarti setiap hari atau setiap jam terjadi kenaikan
harga).[2]
B.
Macam-Macam Inflasi
Ada berbagai cara untuk menggolongkan macam inflasi, dan
penggolongan mana yang kita pilih tergantung pada tujuan kita.
Penggolongan pertama, berdasarkan atas “parah” tidaknya inflasi
tersebut. Di sini kita bedakan beberapa macam inflasi:
(1)
Inflasi ringan (di bawah 10% setahun)
(2)
Inflasi sedang (antara 10 – 30% setahun)
(3)
Inflasi berat (antara 30 – 100% setahun)
(4)
Hiperinflasi (di atas 100% setahun)
Penentuan parah
tidaknya inflasi tentu saja sangat relative dan tergantung pada “selera” kita
untuk menamakannya. Dan lagi sebetulnya kita tidak bisa menentukan parah
tidaknya suatu inflasi hanya dari sudut laju inflasi saja. Tanpa
mempertimbangkan siapa-siapa yang menanggung beban atau yang memperoleh
keuntungan dari inflasi tersebut. Kalau seandainya laju inflasi adalah 20% dan
semuanya berasal dari kenaikan harga dari barang-barang yang dibeli oleh
golongan yang berpenghasilan rendah, maka seharusnya kita menanamkannya inflasi
yang parah.
Penggolongan
yang kedua adalah atas dasar sebab-musabab awal dari inflasi. Atas dasar ini
kita bedakan menjadi 2 macam inflasi:
(1)
Inflasi yang timbbul karena permintaan masyarakat akan berbagai
barang terlalu kuat. Inflasi semacam ini disebut demand inflation.
(2)
Inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi. Ini disebut cost inflation.
Akibat dari
kedua macam inflasi tersebut, dari segi kenaikan harga output, tidak
berbeda, tetapi dari segi volume output (GDP riil) ada perbedaan. Dalam
kasus demand inflation, biasanya ada kecenderungan untuk output
(GDP riil) menaik bersama-sama dengan kenaikan harga umum. Besar kecilnya
kenaikan output ini tergantung kepada elastisitas kurva aggregate
supply, semakin mendekati output maksimum semakin tidak elasts kurva
ini. Sebaliknya, dalam kasus cost inflation biasanya kenaikan harga-harga dibarengi dengan penutunan omzet
penjualan barang (“kelesuan usaha”).
Perbedaan yang
lain dari kedua proses inflasi ini terletak pada urutan dari kenaikan harga.
Dalam demand inflation kenaikan harga barang akhir (output)
mendahului kenaikan harga barang-barang input dan harga-harga faktor
produksi (upah dan sebagainya). Sebaliknya, dalam cost inflation kita
melihat kenaikan harga barang-barang input dan harga-harga faktor
produksi mendahului kenaikan harga barang-barang akhir (output).
Penggolonga
yang ketiga adalah berdasarkan asal dari inflasi. Di sini kita bedakan:
(1)
Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation)
(2)
Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation)
Inflasi yang berasal
dari dalam negeri timbul misalnya karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan
pencetakan uang baru, panenan gagal dan sebagainya. Inflasi yang berasal dari
luar negeri adalah inflasi karena kenaikan harga-harga (yaitu, inflasi) di luar
negeri atau di Negara-negara langganan berdagang kita. Kenaikan harga
barang-barang yang kita impor mengakibatkan: (1) secara langsung kenaikan
indeks biaya hidup karena sebagian dari barang-barang yang tercakup di dalamnya
berasal dari impor, (2) secara tidak langsung menaikkan indeks harga melalui
kenaikan biaya produksi (dan kemudian, harga jual) dari bernagai barang yang
menggunakan bahan mentah atau mesin-mesin yang harus di impor (cost
inflation), (3) secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam
negeri karena kemungkinan (tetapi ini tidak harus demikian) kenaikan harga
barang-barang impor mengakibatkan kenaikan pengeluaran pemerintah/swasta yang
berusaha mengimbangi kenaikan harga impor tersebut (demand inflation).[3]
Komentar
Posting Komentar